Malam pilu menyelimuti
hati dan perasaan seorang gadis yang bimbang akan keputusan. Akankah berujung
rasa kesendirian itu? Kapankah tiba waktu pangeran berkendara kuda yang tepat menjemputnya?
Entahlah. Sebetulnya dia tidak ingin terburu-buru, dan juga tidak begitu peduli
akan perasaan sepi yang dia rundung saat ini. Mungkin karena beribu kata
mutiara yang dia baca sebelum menjelang tidur agar keesokan harinya tetap termotivasi
menjalani hidup. Separah itukah? Dia kini lelah, mencoba melarikan diri dari
kandang sampah yang disebut masa lalu. Dirinya bermuka masam, tak menghiraukan
apapun, hanya melamun menatap sudut-sudut tembok ruangan berukuran sempit. Dia
merasakan kekecewaan yang teramat dalam, terpekik-pekik karena lelaki yang dia
puja pergi meninggalkannya tanpa jejak hanya untuk bersandar ke pelukan
perempuan lain. Mengapa konstruksi batin manusia begitu membingungkan dan
kompleks? Hanya beberapa bulan yang lalu, kali pertama bertemu, lelaki itu bak
pengubah suasana. Tapi waktu menjawab, kedatangannya hanya memperkeruh keadaan.
Lambat laun, waktu menyembuhkan luka. Akan tetapi, hatinya masih tertutup
rapat-rapat. Merasakan pahit masamnya ditanggalkan. Mencoba untuk membukanya,
tapi rasa ketakutan masih bersemayam nyaman. Tiba-tiba, bulatan air menyerupai
angka nol menyembul dipelupuk mata, dengan sisa tenaga yang loyo Ia mencoba
menghancurkan bulatan tangis dengan punggung tangan. Dia bergeming. Tak
seharusnya dia meratapi kehidupannya seperti orang edan. Karena adakalanya
kesendirian itu cahaya. Cahaya? Ya cahaya yang meneranginya ketika luka hati
dan ketakutan itu muncul. Lebih baik sendiri. Dan kado ulang tahun yang terbaik
tahun ini adalah kesendirian itu. Sekarang dia berusaha menjadi motivator untuk
dirinya sendiri. Biarkan semuanya yang lampau menjadi kenangan. Tidak untuk
dilupakan, tidak juga untuk dibenci. Kenangan ada untuk dipelajari. Bukankah
itu memang sudah hukum alam? Setiap orang yang kita jumpai adalah hadiah dan
cara Tuhan untuk memberikan pelajaran hidup? Dan adakalanya orang yang kita
harapkan untuk tinggal dihati malah seenaknya pergi? Memang gadis itu pikir dia
tahu yang terbaik untuk dirinya? Yang menjadi perencana indah dan penentu semua
yang terbaik adalah Dia, Tuhan. Tiba-tiba senyum kecil terbesit di raut
wajahnya yang bengkak dan merah lebam akibat isakan air mata yang tiada henti.
Semua sudah terporsi sayang. Sudahlah untuk apa terus mengingat luka hati kalau
keberadaanya hanya membuat sakit? Gadis itu berkata “Aku resmi tinggalkanmu, luka, masa lalu. Terimakasih atas rasa sakit.
Aku sungguh menikmatinya. Aku bangkit.” Dan gadis yang sekarang bangkit itu
adalah aku.
0 comments:
Post a Comment